Tasyabbuh yang Diperbolehkan dan yang Dilarang Agama



Tasyabbuh yang Diperbolehkan dan yang Dilarang Agama



Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah SAW, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?” - H.R. Bukhari.

Sekarang ini banyak yang berubah dari umat Islam, terutama para pemudanya. Dalam gaya dan penampilan, bahkan ahlak dan tingkah lakunya menyerupai orang barat atau orang kafir. Begitu pula dengan berbagai perayaan seperti perayaan tahun baru, hari ulang tahun, dan hari Valentine yang tidak ada asul-usulnya sama sekali dalam budaya Islam. Pada akhirnya umat Islam tidak lagi mempunyai ciri khas tersendiri. Dan benarlah apa yang telah disabdakan Rasulullah SAW lebih dari 14 abad yang lalu. 

Dari Abu Sa’id Al Khudri RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, pen.), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” - H.R. Muslim.

Semua yang disampaikan Rasulullah SAW merupakan suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini. Walaupun yang diucapkan Rasul adalah sunnatullah, bukan berarti kita dibolehkan untuk mengikuti jejak ahli kitab dan orang kafir. Bahkan secara umum kita dilarang menyerupai mereka dalam hal yang menjadi kekhususan mereka. Penyerupaan ini dikenal dengan istilah tasyabbuh.
Tasyabbuh berasal dari kata “tasyabbaha” yang menunjukkan penyerupaan sesuatu, kesamaan warna dan sifat. Tasyabbuh memiliki arti menyerupai atau mencontoh. Tasyabbuh berarti ungkapan tentang tingkah yang dibuat-buat yang diinginkan dan dilakukan. Tasyabbuh bil kuffar artinya penyerupaan terhadap orang kafir dengan semua jenisnya baik dalam hal aqidah, ibadah atau adat ataupun cara hidup yang merupakan kekhususan orang-orang kafir.
- Tasyabbuh yang Dilarang (Haram)

Tasyabbuh yang dilarang yakni segala perbuatan yang menjadi ciri khas yang diambil dari ajaran orang kafir dan tidak diajarkan dalam ajaran Islam. Umumnya tasyabbuh seperti ini hukumnya dosa besar, bahkan ada yang bisa sampai tingkatan kafir tergantung dari dalil yang membicarakan hal ini.
Tasyabbuh yang dilakukan bisa jadi karena memang ingin mencocoki ajaran orang kafir, bisa jadi karena dorongan hawa nafsu, atau karena syubhat bahwa hal tersebut mendatangkan manfaat di dunia atau di akhirat.
Jika orang yang melakukan tasyabbuh seperti acara ulang tahun (yang isinya penuh dengan kesia-siaan bahkan doa dengan meniup lilin) tidak tahu hukumnya, maka ia tidak berdosa. Namun jika orang tersebut sudah diberi tahu dan masih melaksanakannya, maka ia terkena dosa.
Adapun acara ulang tahun yang diisi dengan rangkaian acara yang baik, dengan tujuan doa, mengingat maut, selebrasi ataupun membahas tentang keberkahan usia, maka hal ini diperbolehkan. Allahu A’lam Bishshawab.
Kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir karena keserupaan dalam perkara lahiriah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlaq dan amalan.
Tasyabbuh akan menuju ke arah perbuatan mengidolakan pribadi orang-orang kafir, yang kemudian akan membuat dirinya kagum kepada adat, hari raya, ibadah, dan aqidah mereka yang dari awal sampai akhirnya di bangun di atas kebatilan dan kerusakan. 
Allah SWT berfirman:
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” - Q.S. Al Jāṡiyah: 18.
Dari Abdullah ibn ‘Umar RA, Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” - H.R. Ahmad dan Abu Dawud.
Dari Abdullah ibn Amr ibn Al Ash RA, Rasulullah SAW bersabda:
“Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai kaum selain kami.” - H.R. Tirmidzi.
- Tasyabbuh Yang Sebaiknya Ditinggalkan (Makruh)
Tasyabbuh hukumnya makruh bila timbul keraguan antara mubah atau haram karena tidak ada kejelasan hukum. Tasyabbuh jenis ini adalah perkara yang dalil-dalil hukumnya secara zhahir saling bertentangan antara yang membolehkan dan yang melarang. Untuk mencegah terjebaknya umat Islam ke dalam tasyabbuh yang diharamkan maka bentuk tasyabbuh ini pun cenderung dilarang oleh syari’at.
- Tasyabbuh yang Dibolehkan (Mubah)
Tasyabbuh yang dibolehkan yaitu semua perbuatan yang bukan berasal dari orang kafir, akan tetapi orang kafir melakukannya. 
Misalnya dengan membiarkan uban dalam keadaan putih. Padahal disunnahkan jika warnanya diubah selain warna hitam. Namun jika dibiarkan pun tidak terlarang keras. 
Perlu diperhatikan untuk melihat boleh tidaknya tasyabbuh terhadap orang kafir yaitu yang ditiru bukan syi’ar Agama orang kafir dan bukan menjadi kekhususan mereka.
Orang kafir sekarang berjenggot. Itu bukan berarti umat Islam harus mencukur jenggot supaya berbeda dengan orang kafir karena memelihara jenggot sudah menjadi perintah bagi pria muslim. Menyerupai orang kafir di sini bukan dalam perayaan mereka.
Contoh lainnya yaitu orang kafir merayakan kelahiran Isa Al Masih dalam Natal, maka bukan berarti kita pun harus merayakan kelahiran Nabi Muhammad dalam Maulid Nabi seperti orang Nasrani merayakan Natal. Tasyabbuh hanya boleh dilakukan dalam keadaan yang dibutuhkan, tidak boleh lebih dari itu.
- Mengubah Tradisi Orang Kafir Menjadi Syi’ar Islam
Mengubah tradisi orang kafir menjadi suatu tradisi Islam bukan berarti tasyabbuh. Bisa jadi itu merupakan syi’ar Islam, seperti yang dilakukan Rasulullah SAW yang telah mengubah puasa ‘Asyura yang biasa dilakukan orang Yahudi menjadi puasa Sunnah.
Para sahabat sempat tidak mau melakukan sa’i antara Shafā dan Marwa karena takut tasyabbuh, mengingat Shafa dan Marwa adalah bekas tempat berhala dan orang-orang kafir biasa melakukan sa’i pada masa lalu. 
Sehingga Allah menurunkan ayat berikut,
Sesungguhnya Shafā dan Marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber’umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.” - Q.S. Al Baqarah: 158
Panggilan ibadah kepada masyarakat umum sudah dilakukan oleh kaum Nasrani dan Yahudi. Jika umat Islam melakukan panggilan ibadah juga, itu bukan tasyabbuh. Karena tetap ada perbedaannya. Kaum Nasrani memakai lonceng, kaum Yahudi dengan terompet, sementara umat Islam dengan azan.
Begitu pula dengan thawaf mengelilingi Ka’bah yang biasa dilakukan orang kafir pada masa Jahiliyah, sebenarnya adalah syi’ar Allah yang sudah dilakukan pada masa Nabi Ibrahim AS.
Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian makam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, 'Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikāf, yang ruku’ dan yang sujud.'” - Q.S. Al Baqarah: 125.
Memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan Maulid Nabi juga bukanlah ibadah, tapi mu’amalah dan merupakan bagian dari syi’ar Islam. Sultan Shalahuddin Al Ayyubi dan mayoritas ulama Islam di seluruh dunia sepakat merayakan Maulid Nabi.
Mereka mengisinya dengan syi’ar Islam dan pembacaan sejarah perjuangan Nabi mulai dari lahir hingga wafatnya. Dengan cara itu, ummat Islam mengenal Nabi Muhammad SAW dan bangkit semangat juangnya sehingga bisa mengalahkan pasukan musuh.
Wali Songo juga telah merubah tradisi peringatan 7 hari dengan syi’ar Islam berupa tahlilan yang di dalamnya terdapat pengucapan dua kalimat Syahadat. Begitu pula dengan wayang kulit yang disesuaikan dengan syari’at Islam.
Mungkin jika syi’ar Islam tidak dilakukan dengan cara ini, rakyat Indonesia yang memeluk Agama Islam masih tergolong minoritas. Dan perlu diingat bahwa tahlilan dan wayang kulit bukanlah ibadah, tapi mu’amalah. Kaum Nasrani mempunyai kalender atau penanggalan masehi, dan kaum Yahudi juga memiliki kalendernya sendiri. Saat para sahabat membuat kalender Hijriyah, itu bukan tasyabbuh yang diharamkan. Tapi merupakan suatu mu’amalah untuk mempermudah kehidupan.
Wallahu a’lam bishshawab.

Ganti karpet Masjid Anda dengan karpet Masjid baru yang tebal, lembut dan berkualitas. Klik di sini!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harga Karpet Masjid Roll di Semarang | Hub: 081369030127

Pusat Karpet Masjid di Semarang | Hub: 081369030127

Harga Karpet Masjid Grade A di Semarang | Hub: 081369030127